Thu, 22 Jan 2009 20:23:48 -0800
Ada anggota milis yang suka baca
"Oh Mama, oh Papa"-nya Majalah Kartini?
Jika lama nggak baca boleh nich
kisah yang di bawah ini buat selingan dan mawas diri.
PEREMPUAN YANG DICINTAI SUAMIKU
Kehidupan pernikahan
kami awalnya baik-baik saja menurutku. Meskipun menjelang pernikahan selalu
terjadi konflik, tapi setelah menikah Mario tampak baik dan lebih menuruti apa
mauku. Kami tidak pernah bertengkar hebat, kalau marah dia cenderung diam dan
pergi ke kantornya bekerja sampai subuh, baru pulang ke rumah, mandi, kemudian
mengantar anak kami sekolah. Tidurnya sangat sedikit, makannya pun sedikit. Aku
pikir dia workaholic.
Dia menciumku maksimal 2
x sehari, pagi menjelang kerja, dan saat dia pulang
kerja, itupun kalau aku
masih bangun. Karena waktu pacaran dia tidak pernah
romantis, aku pikir,
memang dia tidak romantis, dan tidak memerlukan hal2
seperti itu sebagai
ungkapan sayang. Kami jarang ngobrol sampai malam, kami
jarang pergi nonton
berdua, bahkan makan berdua di luar pun hampir tidak pernah. Kalau kami makan
di meja makan berdua, kami asyik sendiri dengan sendok garpu kami, bukan
obrolan yang terdengar, hanya denting piring yang beradu dengan sendok garpu.
Kalau hari libur, dia
lebih sering hanya tiduran di kamar, atau main dengan
Anak-anak kami, dia
jarang sekali tertawa lepas. Karena dia sangat pendiam, aku menyangka dia
memang tidak suka tertawa lepas.
Aku mengira rumah tangga
kami baik-baik saja selama 8 tahun pernikahan kami. Sampai suatu ketika, di
suatu hari yang terik, saat itu suamiku tergolek sakit di rumah sakit, karena
jarang makan, dan sering jajan di kantornya, dibanding makan di rumah, dia kena
typhoid, dan harus dirawat di RS,
karena sampai terjadi perforasi di ususnya. Pada saat dia masih di ICU, seorang perempuan datang
menjenguknya. Dia memperkenalkan diri, bernama Meisha, temannya Mario saat dulu
kuliah.
Meisha tidak secantik
aku, dia begitu sederhana, tapi aku tidak pernah melihat
mata yang begitu cantik
seperti yang dia miliki. Matanya bersinar indah, penuh
kehangatan dan penuh
cinta, ketika dia berbicara, seakan-akan waktu berhenti
berputar dan terpana
dengan kalimat-kalimatnya yang ringan dan penuh pesona. Setiap orang, laki-laki
maupun perempuan bahkan mungkin serangga yang lewat, akan jatuh cinta begitu
mendengar dia bercerita.
Meisha tidak pernah
kenal dekat dengan Mario selama mereka kuliah dulu, Meisha bercerita Mario
sangat pendiam, sehingga jarang punya teman yang akrab. Lima bulan lalu mereka
bertemu, karena ada pekerjaan kantor mereka yang mempertemukan mereka. Meisha yang bekerja di advertising akhirnya bertemu dengan
Mario yang sedang membuat iklan untuk perusahaan tempatnya bekerja.
Aku mulai mengingat-ingat
5 bulan lalu ada perubahan yang cukup
drastis pada Mario, setiap mau pergi
kerja, dia tersenyum manis padaku, dan dalam sehari bisa menciumku lebih dari 3x. Dia membelikan aku
parfum baru, dan mulai sering tertawa lepas. Tapi disaat lain, dia sering
termenung di depan komputernya. Atau termenung memegang Hp-nya. Kalau aku
tanya, dia bilang, ada pekerjaan yang membingungkan.
Suatu saat Meisha pernah
datang pada saat Mario sakit dan masih dirawat di RS. Aku sedang memegang
sepiring nasi beserta lauknya dengan wajah kesal, karena Mario tidak juga mau aku suapi. Meisha masuk
kamar, dan menyapa dengan suara riangnya,
"Hai Rima, kenapa
dengan anak sulungmu yang nomor satu ini? tidak mau makan juga? uhh... dasar
anak nakal, sini piringnya," lalu dia terus mengajak Mario bercerita sambil menyuapi Mario, tiba-tiba saja sepiring nasi itu sudah habis ditangannya.
Dan....aku tidak pernah melihat tatapan penuh cinta yang terpancar dari mata
suamiku, seperti siang itu, tidak pernah seumur hidupku yang aku lalui
bersamanya, tidak pernah sedetikpun!
Hatiku terasa sakit,
lebih sakit dari ketika dia membalikkan tubuhnya membelakangi aku saat aku
memeluknya dan berharap dia mencumbuku. Lebih sakit dari rasa sakit setelah
operasi caesar ketika aku melahirkan
anaknya. Lebih sakit dari rasa sakit, ketika dia tidak mau memakan masakan yang
aku buat dengan susah payah. Lebih sakit daripada sakit ketika dia tidak pulang
ke rumah saat ulang tahun perkawinan kami kemarin. Lebih sakit dari rasa sakit
ketika dia lebih suka mencumbu komputernya dibanding aku.
Tapi aku tidak pernah
bisa marah setiap melihat perempuan itu. Meisha begitu
manis, dia bisa hadir
tiba-tiba, membawakan donat buat anak-anak, dan membawakan ekrol kesukaanku.
Dia mengajakku jalan-jalan, kadang mengajakku nonton. Kali lain, dia datang bersama suami dan ke-2 anaknya yang
lucu-lucu.
Aku tidak pernah
bertanya, apakah suamiku mencintai perempuan berhati bidadari itu? Karena tanpa
bertanya pun aku sudah tahu, apa yang bergejolak dihatinya.
Suatu sore, mendung
begitu menyelimuti Jakarta, aku tidak pernah menyangka,
Hatiku pun akan mendung,
bahkan gerimis kemudian. Anak sulungku, seorang anak perempuan cantik berusia 7
tahun, rambutnya keriting ikal dan
cerdasnya sama seperti ayahnya. Dia berhasil membuka password email Papa nya, dan memanggilku,
"Mama, mau lihat surat papa buat tante Meisha?"
Aku tertegun
memandangnya, dan membaca surat elektronik itu.
Dear Meisha,
Kehadiranmu bagai beribu
bintang gemerlap yang mengisi seluruh relung hatiku, aku tidak pernah merasakan jatuh cinta seperti
ini, bahkan pada Rima. Aku mencintai Rima karena kondisi yang mengharuskan aku
mencintainya, karena dia ibu dari anak-anakku.
Ketika aku menikahinya,
aku tetap tidak tahu apakah aku sungguh-sungguh mencintainya. Tidak ada
perasaan bergetar seperti ketika aku memandangmu, tidak ada perasaan rindu yang
tidak pernah padam ketika aku tidak menjumpainya. Aku hanya tidak ingin
menyakiti perasaannya. Ketika konflik-konflik terjadi saat kami pacaran dulu, aku sebenarnya
kecewa, tapi aku tidak sanggup mengatakan padanya bahwa dia bukanlah perempuan
yang aku cari untuk mengisi kekosongan hatiku. Hatiku tetap terasa hampa, meskipun
aku menikahinya.
Aku tidak tahu,
bagaimana caranya menumbuhkan cinta untuknya, seperti ketika cinta untukmu
tumbuh secara alami, seperti pohon-pohon beringin yang tumbuh kokoh tanpa
pernah mendapat siraman dari pemiliknya. Seperti pepohonan di hutan-hutan belantara yang tidak pernah minta disirami,
namun tumbuh dengan lebat secara alami. Itu yang aku rasakan.
Aku tidak akan pernah
bisa memilikimu, karena kau sudah menjadi milik orang
lain dan aku adalah laki-laki
yang sangat memegang komitmen pernikahan
kami. Meskipun hatiku terasa hampa, itu tidaklah mengapa, asal aku bisa melihat
Rima bahagia dan tertawa, dia bisa mendapatkan segala yang dia inginkan selama
aku mampu. Dia boleh mendapatkan seluruh hartaku dan tubuhku, tapi tidak jiwaku
dan cintaku, yang hanya aku berikan untukmu. Meskipun ada tembok yang
menghalangi kita, aku hanya berharap bahwa engkau mengerti, you are the only one in my heart.
Yours, Mario
Mataku terasa panas. Jelita, anak sulungku
memelukku erat. Meskipun baru
berusia 7 tahun, dia adalah malaikat jelitaku
yang sangat mengerti dan
menyayangiku. Suamiku tidak pernah mencintaiku.
Dia tidak pernah bahagia bersamaku. Dia mencintai perempuan lain.
Aku mengumpulkan
kekuatanku. Sejak itu, aku menulis surat hampir setiap hari
untuk suamiku. Surat itu
aku simpan diamplop, dan aku letakkan di lemari
bajuku, tidak pernah aku
berikan untuknya.
Mobil yang dia berikan
untukku aku kembalikan padanya. Aku mengumpulkan
tabunganku yang kusimpan
dari sisa-sisa uang belanja, lalu aku
belikan motor untuk mengantar dan menjemput anak-anakku. Mario merasa heran,
karena aku tidak pernah lagi bermanja dan minta dibelikan bermacam-macam merek
tas dan baju. Aku terpuruk dalam kehancuranku. Aku dulu memintanya menikahiku
karena aku malu terlalu lama pacaran, sedangkan teman-temanku sudah menikah
semua. Ternyata dia memang tidak pernah menginginkan aku menjadi istrinya.
Betapa tidak berharganya
aku. Tidakkah dia tahu, bahwa aku juga seorang
perempuan yang berhak
mendapatkan kasih sayang dari suaminya? Kenapa dia tidak mengatakan saja, bahwa
dia tidak mencintai aku dan tidak menginginkan aku? Itu lebih aku hargai
daripada dia cuma diam dan mengangguk dan melamarku lalu menikahiku. Betapa
malangnya nasibku.
Mario terus menerus
sakit-sakitan, dan aku tetap merawatnya dengan setia. Biarlah dia mencintai perempuan itu terus di dalam
hatinya. Dengan pura-pura tidak tahu, aku sudah membuatnya bahagia dengan
mencintai perempuan itu. Kebahagiaan Mario adalah kebahagiaanku juga, karena
aku akan selalu mencintainya.
Setahun kemudian...
Meisha membuka amplop
surat-surat itu dengan air mata berlinang. Tanah pemakaman itu masih basah
merah dan masih dipenuhi bunga.
"Mario, suamiku,
Aku tidak pernah
menyangka pertemuan kita saat aku pertama kali bekerja di
kantormu, akan membawaku
pada cinta sejatiku. Aku begitu terpesona padamu yang pendiam dan tampak
dingin. Betapa senangnya aku ketika aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku
mencintaimu, dan begitu posesif ingin memilikimu seutuhnya. Aku sering marah,
ketika kamu asyik bekerja, dan tidak memperdulikan aku. Aku merasa di atas
angin, ketika kamu hanya diam dan menuruti keinginanku. Aku pikir, aku si
puteri cantik yang diinginkan banyak pria, telah memenuhi ruang hatimu dan kamu
terlalu mencintaiku sehingga mau melakukan apa saja untukku.
Ternyata aku keliru ...
aku menyadarinya tepat sehari setelah pernikahan kita.
Ketika aku membanting
hadiah jam tangan dari seorang teman kantor dulu yang aku tahu sebenarnya
menyukai Mario. Aku melihat matamu begitu terluka, ketika berkata,
"kenapa, Rima? Kenapa kamu mesti cemburu? Dia sudah menikah, dan aku sudah
memilihmu menjadi istriku?"
Aku tidak perduli, dan
berlalu dari hadapanmu dengan sombongnya.
Sekarang aku menyesal,
memintamu melamarku. Engkau tidak pernah bahagia
bersamaku. Aku adalah
hal terburuk dalam kehidupan cintamu. Aku bukanlah wanita yang sempurna yang
engkau inginkan.
Istrimu, Rima"
Di surat yang lain,
"... Kehadiran
perempuan itu membuatmu berubah, engkau tidak lagi sedingin es. Engkau mulai
terasa hangat, namun tetap saja aku tidak pernah melihat cahaya cinta dari
matamu untukku, seperti aku melihat cahaya yang penuh cinta itu berpendar dari
kedua bola matamu saat memandang Meisha ...."
Di surat yang kesekian,
"... Aku bersumpah,
akan membuatmu jatuh cinta padaku. Aku telah berubah, Mario. Engkau lihat kan,
aku tidak lagi marah-marah padamu, aku tidak lagi suka membanting-banting
barang dan berteriak jika emosi. Aku belajar masak, dan selalu kubuatkan
masakan yang engkau sukai. Aku tidak lagi boros, dan selalau menabung. Aku tidak lagi suka
bertengkar dengan ibumu. Aku selalu
tersenyum menyambutmu
pulang ke rumah. Dan aku selalu meneleponmu, untuk menanyakan sudahkah kekasih
hatiku makan siang ini? Aku merawatmu jika engkau sakit, aku tidak kesal saat
engkau tidak mau aku suapi, aku menungguimu sampai tertidur di samping tempat
tidurmu, di rumah sakit saat engkau dirawat, karena penyakit pencernaanmu yang
selalu bermasalah. Meskipun belum terbit juga, sinar cinta itu dari matamu, aku
akan tetap berusaha dan menantinya."
Meisha menghapus air
mata yang terus mengalir dari kedua mata indahnya
dipeluknya Jelita yang
tersedu-sedu di sampingnya.
Di surat terakhir, pagi
ini...
"... Hari ini
adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke-9. Tahun lalu engkau tidak
pulang ke rumah, tapi tahun ini aku akan memaksamu
pulang, karena hari ini
aku akan masak, masakan yang paling enak sedunia.
Kemarin aku belajar
membuatnya di rumah Bude Tati, sampai kehujanan dan basah kuyup, karena waktu
pulang hujannya deras sekali, dan aku hanya mengendarai motor. Saat aku tiba di
rumah kemarin malam, aku melihat sinar kekhawatiran dimatamu. Engkau memelukku,
dan menyuruhku segera ganti baju supaya tidak sakit.
Tahukah engkau suamiku,
Selama hampir 15 tahun
aku mengenalmu, 6 tahun kita pacaran, dan hampir 9 tahun kita menikah, baru
kali ini aku melihat sinar kekhawatiran itu dari matamu, inikah tanda-tanda cinta mulai bersemi dihatimu?"
Jelita menatap Meisha,
dan bercerita,
"Siang itu Mama
menjemputku dengan motornya, dari jauh aku melihat keceriaan diwajah mama, dia
terus melambai-lambaikan tangannya kepadaku. Aku tidak pernah melihat wajah
yang sangat bersinar dari mama seperti siang itu, dia begitu cantik. Meskipun
dulu sering marah-marah kepadaku, tapi
aku selalu menyayanginya. Mama memarkir motornya di seberang jalan, Ketika mama
menyeberang jalan, tiba-tiba mobil itu lewat dari tikungan dengan kecepatan
tinggi ... aku tidak sanggup melihatnya terlontar, Tante, aku melihatnya masih memandangku sebelum dia
tidak lagi bergerak." Jelita memeluk Meisha dan terisak-isak. Bocah cantik
ini masih terlalu kecil untuk merasakan sakit di hatinya, tapi dia sangat
dewasa.
Meisha mengeluarkan
selembar kertas yang dia print tadi
pagi. Mario mengirimkan email lagi kemarin malam, dan tadinya aku ingin Rima membacanya.
Dear Meisha,
Selama setahun ini aku
mulai merasakan Rima berbeda, dia tidak lagi marah-marah dan selalu berusaha
menyenangkan hatiku. Dan tadi, dia pulang dengan tubuh basah kuyup karena
kehujanan, aku sangat khawatir dan memeluknya. Tiba-tiba aku baru menyadari
betapa beruntungnya aku memiliki dia. Hatiku mulai bergetar. Inikah tanda-tanda
aku mulai mencintainya?
Aku terus berusaha
mencintainya seperti yang engkau sarankan, Meisha. Dan besok aku akan
memberikan surprise untuknya, aku
akan membelikan mobil mungil untuknya, supaya dia tidak lagi naik motor
kemana-mana. Bukan karena dia ibu dari
anak-anakku, tapi karena dia belahan jiwaku.
Meisha menatap Mario
yang tampak semakin ringkih, yang masih terduduk di samping nisan Rima.
Diwajahnya tampak duka yang dalam. Semuanya telah terjadi, Mario. Kadang kita
baru menyadari mencintai seseorang, ketika seseorang itu telah pergi meninggalkan kita.
Jakarta, 7 Januari
2009 (dedicated to my friend....may you rest in peace...)
Hari ini sebelum kita
mengatakan kata-kata yang tidak baik,
Pikirkan tentang
seseorang yang tidak dapat berkata-kata sama sekali.
Sebelum mengeluh tentang
suami atau isteri anda, Pikirkan tentang seseorang yang memohon kepada Tuhan
untuk diberikan teman hidup.
Dan disaat kita letih
dan mengeluh tentang pekerjaan, Pikirkan tentang pengangguran, orang-orang
cacat yang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti kita.
Sebelum kita menunjukkan
jari dan menyalahkan orang lain, Ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang tidak
berdosa.
Dan ketika kita sedang
bersedih dan hidup dalam kesusahan, Tersenyum dan berterima kasihlah kepada
Tuhan bahwa kita masih hidup!
[Porsenipar] Wanita yang Dicintai Suamiku.... jaerony